Sadomasokis, istilah untuk perilaku menyimpang, dimana si pelakunya suka untuk disakiti untuk mendapatkan kenikmatan. kayak gue, gue udah tahu bakal sakit , tapi gue tetap melakukannya, tetap menikmatinya
“Jangan Jatuh cinta sama Gue, lo tahu, kan, kita gak mungkin bersama”
Namanya Andin, kami bertemu saat gue melakukan perjalanan ke malang untuk traveling. Saat itu gue dan dia duduk berhadapan didalam kereta. Gue melihat dia sedang membaca buku what I talk about when I talk about running karya haruki murakami,
'Pain is inevitable. Suffering is optional.' Gue tiba-tiba saja keceplosan saat mengingat quotes dari buku itu.
Dia tiba-tiba menutup bukunya lalu melihat ke arah gue.
“suka baca buku haruki murakami juga?” Tanya dia pada saat itu.
“iya, buku yang lo baca baru aja selesai gue baca” jawab gue kikuk.
“seru, ya. Buku ini. Pasti menyenangkan rasanya apabila bekerja dengan apa yang kita sukai. Kayak murakami”
“iya, pasti menyenangkan kalau kerjaan lo Cuma menulis dan berlari”
“pasti, gue sangat suka berlari, gue juga suka menulis, gue pengen kayak murakami yang menjalani hidupnya dengan menulis buku dan berlari. Gue ingin mengikuti marathon sampai triathlon, rasanya pasti menyenangkan”
Gue Cuma bisa terdiam karena tiba-tiba saja dia menceritakan sebuah visi kehidupannnya.
“eh, maaf ya, malah jadi curhat sama lo”
‘gak apa-apa, hmm—anyway, nama gue Aldebaran, panggil aja Al”
"Aldebaran ? , bintang yang paling terang dalam rasi Taurus dan salah satu bintang paling terang dalam langit malam. bintang yang paling mudah ditemukan di langit, dengan diameter 44.2 kali lebih besar dari diameter Matahari” jawab dia dengan begitu lancarnya.
“hmmm—oke, gue gak usah menyebutkan arti dari nama gue”
Dia tertawa.
“nama gue Andin” seru dia setelah tertawa.
Kami terus mengobrol. Perjalanan masih cukup jauh.saat mengobrol, ada fakta yang menarik, ternyata kantor kami berdekatan, dan hal ini entah kenapa, sangat membuat gue bahagia. Obrolan demi obrolan terus mengalir Bahkan dia sudah menutup buku yang dia baca dan digeletakan begitu saja. Oke, gue cukup nyaman dengan dia.
“ke gerbong belakang yuk, beli makanan dan ngobrol disana” ajak dia saat itu.
“oke”
Gue dan dia beranjak dari kursi. Gue memastikan dulu bahwa gue pergi kesana dengan membawa dompet. Andin sadar akan hal ini.
“udah, ikut aja, gue traktir” seru andin ke gue.
Kami berjalan melewati beberapa gerbong kereta. Lalu sampailah ke bagian gerbong makanan.
“mau nasi goreng satu sama teh manis hangat satu, lo mau apa?”
“gue mau kopi sama snack aja deh”
“yakin gak mau makan berat?”
“gue lagi diet, sahut gue memegang perut yang semakin buncit”
Andin Cuma tersenyum.
Kami kembali mengobrol sambil menunggu makanan. Andin bilang dia akan pergi ke bromo dan menginap didekat sana. Sedangkan gue akan pergi ke museum angkut dan sekitarnya. Tempat yang kami tuju berbeda. Artinya kami akan berpisah sesampainya di malang nanti. Ah, apa yang harus gue lakukan, apakah gue dan dia akan bertemu lagi, atau tidak?. Oke, Al, lo harus pinter. Gue harus minta nomor teleponnya.
“nasi goreng, teh manis hangat lalu kopi , ya?” seru pelayan yang mengantarkan makanan ke meja kami.
Kami berdua mengangguk.
Andin mengambil nasi goreng dan minumannya. Gue mulai meneguk kopi yang gue pesan.
Sebelum makan, andin berdoa, dan disini, gue sudah mulai patah hati.
Ternyata kami berbeda, kami berdoa dengan cara yang berbeda, menyebut nama tuhan dengan nama yang berbeda.
“makan, Al.” sahut andin ke gue
“iya, silakan”
Setelah makan kami berdua kembali ke kursi masing-masing. Sudah pukul sebelas malam dan kereta kami akan sampai di tujuan sekitar pukul delapan. Tidak ada lagi obrolan. Andin langsung terlelap sesampainya dikursinya. Gue hanya melihat andin yang sedang tidur sambil memikirkan hal yang membuat gue resah.
Oke, apa yang harus gue lakukan sekarang ? kalau gue terus melanjutkan, gue pasti akan patah hati.
Gue tidak bisa tidur, detik demi detik terus berjalan, lalu dengan hembusan napas panjang, gue akhirnya memutuskannya.
Hari sudah pagi dan kereta pun akhirnya sampai ditujuan.
Gue dan andin berjalan beriringan, andin bilang dia akan dijemput temannya yang tinggal dimalang. Kami berdua terus berjalan sampai pintu keluar.
Andin melirik ke kanan dan kiri, dia mencari temannya yang akan menjemputnya.
“eh , teman gue disebelah sana, lo ke arah sana juga?”
“hmm, enggak, gue ke arah sini" jawab gue yang menunjuk arah berkebalikan dari arah andin yang akan menemui temannya
“oke, jadi kita berpisah disini” jawab andin yang sedikit kecewa.
Dengan berat hati gue mengangguk.
Andin berpamitan, dia berjalan ke arah dimana temannya berada, gue melihat punggung kecilnya, saat berjalan dia terlihat mencepol rambutnya.
Gue berbalik, berjalan ke arah yang berbeda dengan andin.
Gue berjalan dua langkah, lalu memutuskan.
“baiklah, mari jatuh sejatuh jatuhnya”
Gue mengejar andin yang sudah berjalan cukup lumayan.
“andiiiinnn” teriak gue pada dia.
Andin berbalik.
“kenapa, al? ada yang ketinggalan? ”
Gue berhenti tepat didepannya dengan napas yang terengah-engah.
“gue masih ingin ketemu sama lo, gue boleh minta nomor handphone lo, gak?”
Andin tersenyum.
“oke”
Dia mengambil note disakunya, lalu menuliskan nomor handphonenya.
Kami berdua lalu berpisah disana, tapi bukan perpisahan permanent, berpisah untuk bertemu kembali.
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai sifat sadomasokis, sadomasokis perasaan.
Lihatlah orang-orang yang stalking ke orang yang ingin dilupakan, orang-orang yang cintanya bertepuk sebelah tangan, mereka tahu bakal patah hati, tapi mereka tetap mempertahankan perasaannya. mereka menikmatinya.
Seperti halnya gue yang tahu konsekuensi dari keputusan yang gue ambil.
Gue kini resmi jadi manusia sadomasokis, sadomasokis perasaaan.
*gambar didapat dari google.