Tuesday 22 November 2016

Kisah Cinta (Bagian Dua)


halo, nama gue aldebaran, ini kisah gue , kalau kalian belum membaca kisah gue di post sebelumnya, klik disini

“kamu yakin mau makan disini? Makanannya kan mahal”


Setelah gue memutuskan untuk menjadi manusia sadomasokis dimalang,  gue dan andin melanjutkan hubungan kami dijakarta.

Seperti yang kalian baca, pangilan elo dan gue kini berubah menjadi aku dan kamu.

Gue dan andin tidak pacaran. Kami hanya berteman, tapi mungkin lebih dari teman.

Hari itu gue mengajaknya makan didaerah selatan Jakarta. Gue janji akan mentraktir dia kalau gue dapet kenaikan gaji di kantor.

“udah, gak apa-apa, sekali-kali”

Kami berdua masuk. Gue sudah memesan tempat atau reservasi untuk kami berdua.

“silakan tuan putri” seru gue sambil menggeserkan kursi dan menyuruhnya duduk.

“ihh… kamu” dia memukul manja ke arah gue.

Gue sengaja mengajaknya jalan ke tempat ini. Satu Minggu lagi andin akan pergi. Dia resign dari kantornya. Andin mendapatkan beasiswa untuk kuliah S2 di luar negeri.

Gue sudah bilang, gue akan jatuh sejatuh-jatuhnya. Maka di satu minggu terakhir ini, gue akan menghabiskan seluruh perasaan gue padanya.

Dan setelah itu, gue akan melupakannya.

My love,
There's only you in my life
The only thing that's bright
My first love,
You're every breath that I take
You're every step I make
And I
I want to share
All my love with you
No one else will do...

Setelah selesai makan. Sebuah lagu endless love dari lionel richi dan Diana ross diputar direstoran itu.

Gue berdiri didepannya. Andin terlihat terkejut.

“do you wanna dance with me?” seru gue sambil mengulurkan tangan.

Andin tersenyum, dia mengangguk dan meraih tangan gue.

Kami berdansa dengan lagu endless love. Semua pengunjung melihat ke arah kami. Dan kami tidak peduli. Kami hanya menikmati beat demi beat dari lagu endless love tersebut.

“kamu jahat, kamu tahu kan kita gak bisa sama-sama. Kalau begini aku mana bisa lupa”

“aku kan udah bilang, aku akan jatuh sejatuh-jatuhnya buat kamu”


Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya

"udah dong, kamu jangan nyanyi itu lagi"

Dia memukul gue dengan pelan. Lalu memeluk gue. Malam itu menjadi malam yang tidak akan gue lupakan.

Hari keberangkatan sudah tiba. Andin bilang dia sudah ada dibandara.

Gue ingin sekali mengantarnya, tapi apa daya, deadline kerjaan numpuk.

Gue gak tenang. Gue kerja sambil melihat ke arah handphone yang ada dimeja gue.

“udah, pergi sana, anterin teman tapi mesra lo itu” sahut atasan gue dari mejanya.

“hah? Kok, bapak tahu?”

“tahulah, gosipnya kenceng”

Gue terdiam.

“kerjaan saya masih banyak, pak”

“udah, gue handle dulu, besok traktir gue ya”

“serius, pak?  Oke, siap”

Ingin rasanya gue mencium atasan gue, tapi niat itu segera gue batalkan.

Gue segera pergi ke lantai bawah, menuju mobil uber yang sudah gue pesan.

Untungnya jalanan lancar. Gue sampai dibandara dengan cukup cepat.

Dua puluh menit lagi andin akan berangkat.

Gue memasuki bandara dan mencari gate dimana dia berada.

Gue melihatnya, dia sedang berdiri lalu mencepol rambutnya.

Gue memutuskan untuk menelepon dia.

“Halo, berapa menit lagi kamu berangkat?”

“sekitar lima belas menit lagi”

“maaf, ya, aku gak bisa antar sampai bandara, kerjaan aku numpuk”

“iya, gapapa, aku ngerti kok” Jawab andin

“kamu keren juga ya, pake jaket merah kayak gitu”

“iya, maka—hah? Kamu dimana? Kok bisa tahu?”

Andin melihat sekitarnya.

Dia melihat gue.

Gue melambaikan tangan ke arahnya.

Dia berjalan dengan cepat ke arah gue, begitu juga dengan gue.

Kami bertemu ditengah.

Matanya mulai nanar. Dia tersenyum lalu memeluk gue.

“kamu jahat” dia memukul gue dengan tangan mungilnya.

“hari ini kan terakhir kita bertemu, aku gak mau melewatkannya”

Dia melepaskan diri dari pelukan gue.

Mengusap air matanya.

Lalu menatap gue.

“jadi kita benar-benar akan berpisah, ya?’

“iya, kamu kan sudah tahu. Kita berbeda. Tidak mungkin bersama. Jadi, kita harus pindah 
dan menemukan tempat baru”

“kamu baik, kamu pasti akan mendapatkan rumah yang pas buat kamu”

“iya, kamu juga” jawab gue sambil tersenyum.

“aku boleh berdoa buat kamu?”

“iya, boleh. Aku juga akan berdoa untuk kamu”

Dia menggenggam erat kedua tangannya tepat didadanya. Menutup mata. Lalu berdoa.

Gue melihatnya berdoa dengan begitu serius. Ada air mata yang mengalir.

Lalu gue berdoa dengan cara gue.

“aku sudah selesai berdoa”

“aku juga”

Sebuah panggilan untuk keberangkatan pesawat sudah disuarakan.

Kami berdua mendengarnya.

Kami saling menatap dan tersenyum.

Kali ini kami tidak akan bertemu lagi.

“aku berangkat, ya”

Gue mengangguk.

Andin berjalan membelakangi gue. 

entah kenapa, gue teringat akan quotes yang pernah di share oleh seorang teman. 



“andinn..” gue kembali memanggilnya.

Dia berbalik.

Gue mendekat.

“ada apa, Al? ada yang ketingalan?”

Pertanyaan yang sama persis ketika di stasiun malang.

Gue menunjukan handphone gue padanya.

Dia melihatnya. Lalu mengambil handphonenya.

Dalam layar handphone kami berdua ada sebuah tulisan konfirmasi.

REMOVE?
CONFIRM TO CLEAR?
YES  |   NO

Iya, sebuah konfirmasi penghapusan kontak.

Kami berdua tersenyum.

Lalu memilih pilihan YES. 

Andin pergi menuju pintu pesawatnya berada.

gue melambaikan tangan.

kami resmi berpisah.

seperti halnya lirik terakhir dari lagu sepatu. 

kami sama-sama tahu. bahwa, 

Cinta Memang Banyak Bentuknya Mungkin Tak Semua Bisa Bersatu


*Gambat Quotes didapat dari teman yang terlalu sering mengkonsumsi gambar quotes. 
*gambar charlie brown didapat dari google.

Friday 18 November 2016

Kisah Cinta (Bagian satu)

Sadomasokis, istilah untuk perilaku menyimpang, dimana si pelakunya suka untuk disakiti untuk mendapatkan kenikmatan. kayak gue, gue udah tahu bakal sakit , tapi gue tetap melakukannya, tetap menikmatinya


“Jangan Jatuh cinta sama Gue, lo tahu, kan, kita gak mungkin bersama”

Namanya Andin, kami bertemu saat gue melakukan perjalanan ke malang untuk traveling. Saat itu gue dan dia duduk berhadapan didalam kereta. Gue melihat dia sedang membaca buku what I talk about when I talk about running karya haruki murakami,

'Pain is inevitable. Suffering is optional.'  Gue tiba-tiba saja keceplosan saat mengingat quotes dari buku itu.

Dia tiba-tiba menutup bukunya lalu melihat ke arah gue.

“suka baca buku haruki murakami juga?” Tanya dia pada saat itu.

“iya, buku yang lo baca baru aja selesai gue baca” jawab gue kikuk.

“seru, ya. Buku ini. Pasti menyenangkan rasanya apabila bekerja dengan apa yang kita sukai. Kayak murakami”

 “iya, pasti menyenangkan kalau kerjaan lo Cuma menulis dan berlari”

“pasti, gue sangat suka berlari, gue juga suka menulis, gue pengen kayak murakami yang menjalani hidupnya dengan menulis buku dan berlari. Gue ingin mengikuti marathon sampai triathlon, rasanya pasti menyenangkan”

Gue Cuma bisa terdiam karena tiba-tiba saja dia menceritakan sebuah visi kehidupannnya.

“eh, maaf ya, malah jadi curhat sama lo”

‘gak apa-apa, hmm—anyway, nama gue Aldebaran, panggil aja Al”

"Aldebaran ? ,  bintang yang paling terang dalam rasi Taurus dan salah satu bintang paling terang dalam langit malam.  bintang yang paling mudah ditemukan di langit, dengan diameter 44.2 kali lebih besar dari diameter Matahari”  jawab dia dengan begitu lancarnya.


 “hmmm—oke, gue gak usah menyebutkan arti dari nama gue”

Dia tertawa.

“nama gue Andin” seru dia setelah tertawa.

Kami terus mengobrol. Perjalanan masih cukup jauh.saat mengobrol, ada fakta yang menarik,  ternyata kantor kami berdekatan, dan hal ini entah kenapa,  sangat membuat gue bahagia. Obrolan demi obrolan terus mengalir  Bahkan dia sudah menutup buku yang dia baca dan digeletakan begitu saja. Oke, gue cukup nyaman dengan dia.

“ke gerbong belakang yuk, beli makanan dan ngobrol disana” ajak dia saat itu.

“oke”

Gue dan dia beranjak dari kursi. Gue memastikan dulu bahwa gue pergi kesana dengan membawa dompet. Andin sadar akan hal ini.

“udah, ikut aja, gue traktir” seru andin ke gue.

Kami berjalan melewati beberapa gerbong kereta. Lalu sampailah ke bagian gerbong makanan.

“mau nasi goreng satu sama teh manis hangat satu, lo mau apa?”

“gue mau kopi sama snack aja deh”

“yakin gak mau makan berat?”

“gue lagi diet, sahut gue memegang perut yang semakin buncit”

Andin Cuma tersenyum.

Kami kembali mengobrol sambil menunggu makanan. Andin bilang dia akan pergi ke bromo dan menginap didekat sana. Sedangkan gue akan pergi ke museum angkut dan sekitarnya. Tempat yang kami tuju berbeda. Artinya kami akan berpisah sesampainya di malang nanti. Ah, apa yang harus gue lakukan, apakah gue dan dia akan bertemu lagi, atau tidak?. Oke, Al, lo harus pinter. Gue harus minta nomor teleponnya.

“nasi goreng, teh manis hangat lalu kopi , ya?” seru pelayan yang mengantarkan makanan ke meja kami.

Kami berdua mengangguk.

Andin mengambil nasi goreng dan minumannya. Gue mulai meneguk kopi yang gue pesan. 

Sebelum makan, andin berdoa, dan disini, gue sudah mulai patah hati.

Ternyata kami berbeda, kami berdoa dengan cara yang berbeda, menyebut nama tuhan dengan nama yang berbeda.

 “makan, Al.” sahut andin ke gue

“iya, silakan”

Setelah makan kami berdua kembali ke kursi masing-masing. Sudah pukul sebelas malam dan kereta kami akan sampai di tujuan sekitar pukul delapan. Tidak ada lagi obrolan. Andin langsung terlelap sesampainya dikursinya. Gue hanya melihat andin yang sedang tidur sambil memikirkan hal yang membuat gue resah.

Oke, apa yang harus gue lakukan sekarang ? kalau gue terus melanjutkan, gue pasti akan patah hati.

Gue tidak bisa tidur, detik demi detik terus berjalan, lalu dengan hembusan napas panjang, gue akhirnya memutuskannya.

Hari sudah pagi dan kereta pun akhirnya sampai ditujuan.

Gue dan andin berjalan beriringan, andin bilang dia akan dijemput temannya yang tinggal dimalang. Kami berdua terus berjalan sampai pintu keluar.

Andin melirik ke kanan dan kiri, dia mencari temannya yang akan menjemputnya.

“eh , teman gue disebelah sana, lo ke arah sana juga?”

“hmm, enggak, gue ke arah sini" jawab gue yang menunjuk arah berkebalikan dari arah andin yang akan menemui temannya

“oke, jadi kita berpisah disini” jawab andin yang sedikit kecewa.

Dengan berat hati gue mengangguk.

Andin berpamitan, dia berjalan ke arah dimana temannya berada, gue melihat punggung kecilnya, saat berjalan dia terlihat mencepol rambutnya.

Gue berbalik, berjalan ke arah yang berbeda dengan andin.

Gue berjalan dua langkah, lalu memutuskan.

“baiklah, mari jatuh sejatuh jatuhnya”

Gue mengejar andin yang sudah berjalan cukup lumayan.

“andiiiinnn” teriak gue pada dia.

Andin berbalik.

“kenapa, al? ada yang ketinggalan? ”

Gue berhenti tepat didepannya dengan napas yang terengah-engah.

“gue masih ingin ketemu sama lo, gue boleh minta nomor handphone lo, gak?”

Andin tersenyum.

“oke”

Dia mengambil note disakunya, lalu menuliskan nomor handphonenya.

Kami berdua lalu berpisah disana, tapi bukan perpisahan permanent, berpisah untuk bertemu kembali.

Pada dasarnya setiap manusia mempunyai sifat sadomasokis,   sadomasokis perasaan.

Lihatlah orang-orang yang stalking ke orang yang ingin dilupakan, orang-orang yang cintanya bertepuk sebelah tangan, mereka tahu bakal patah hati, tapi mereka tetap mempertahankan perasaannya. mereka menikmatinya.

Seperti halnya gue yang tahu konsekuensi dari keputusan yang gue ambil. 

Gue kini resmi jadi manusia sadomasokis, sadomasokis perasaaan.



*gambar didapat dari google.

Tuesday 15 November 2016

Sebuah kotak kardus


 Gue percaya ada  hari dimana  kisah cinta tak harus dikisahkan manis.

Gue membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menuliskan ini. Setelah menemukan banyak kenangan-kenangan yang berdebu dan kegelisahan yang cukup, akhirnya gue putuskan untuk menulis ini.

hari itu, gue sedang membereskan kamar  yang berantakannya seperti kapal  pecah, gue menemukan sesuatu, gue menemukan sebuah kotak yang masih terbungkus dengan kertas kado, kotak itu sudah berdebu. Gue membukanya, kotak itu berisi Boneka Pororo dan Kotak Musik. Ah, bahkan gue sudah lupa, gue pernah mempunyai kotak ini untuk diberikan pada seseorang.

Ada yang pernah bilang, kanker diidap seseorang karena faktor dia kurang beruntung. ada sel yang memang jahat dan sel itu secara acak ada di tubuh orang-orang yang dikategorikan kurang beruntung.

Kisah tentang kanker ini seperti kisah dibalik kotak kardus ini. Entah kenapa, pada saat itu gue seperti benar-benar buta tentang cinta. Gue sedang kurang beruntung. kisah tentang kotak kardus ini Berakhir dengan kebohongan dan masalah.

Gue adalah tipe orang yang  hanya meminta pasangannya jujur. kalau di tengah-tengah hubungan, dia  menyukai orang lain, gue  lebih memilih diberi tahu daripada dibohongi. tapi kadang, manusia selalu merasa ingin lebih diinginkan dan ingin dianggap baik, bukan? mungkin ini alasan banyak orang tak bisa jujur.

Hari itu gue sangat bersemangat pergi ke sebuah toko hadiah, wanita yang sedang dekat dengan gue akan berulang tahun, untuk itu gue mencari kado untuknya. Gue sudah bertanya pada teman-teman terdekat gue, kado apa yang sekiranya cocok untuk seorang wanita yang berulang tahun. Dan banyak yang menjawab boneka atau kotak musik, karena bingung, gue memutuskan untuk memberikan keduanya.

Dengan informasi yang seadanya, gue memutuskan untuk membeli boneka pororo dan sebuah kotak musik dengan lagu mozard apabila dibuka. Sebuah kotak musik berbentuk hati dan  dua miniatur orang yang sedang berdansa apabila kotak itu dibuka.

Hari ulang tahunnya memang masih lama, masih satu minggu lagi, tapi tidak apa, lebih baik gue persiapkan dari jauh hari. Gue simpan kado itu di lemari gue sampai hari ulang tahunnya tiba.

Semuanya masih baik-baik saja sampai suatu hari gue dan teman gue  melihatnya dengan orang lain, tidak, bukan orang lain, itu adalah pria yang dia bilang sudah menjadi masa lalunya.gue mencoba berpikir positif, mungkin ada hal yang belum selesai dan mereka sedang membicarakan hal yang harus diselesaikan itu.

ketika gue tanya , dia menjawab hal yang sama. ada masalah yang belum selesai dan mereka sedang menyelesaikannya. 

namun, dua hari sebelum ulang tahunnya, gue mendapat kabar kalau dia sudah kembali dengan mantan pacarnya itu.

Saat gue tanya dia hanya bilang,

“kamu terlambat, kenapa baru bicara tentang masalah perasaan sekarang ?”

Terlambat? Apakah benar gue terlambat? Bukankah sedari awal gue sudah memberitahukan bahwa gue suka dengan dia, bukankah dia juga tahu perasaan gue pada dia? Ah sudahlah.

Dia memang hanya seorang wanita yang dekat dengan gue, ya, sebut saja gebetan,  tapi, kenapa rasanya tetap sakit ?

Kenapa tidak dibicarakan lebih awal kalau dia masih mau menerima mantan pacarnya yang kini dia jadikan pacarnya kembali?

kalau mau kembali pada yang lama, kenapa harus mencari yang baru, kalau cuma untuk sebuah persinggahan ?,

bukankan akan ada yang patah hati karena harapan yang diberikannya ?

gue melihat boneka pororo dan kotak musik itu. Gue bingung akan diapakan keduanya. 

Ya, sebaiknya gue buang.

“om, itu boneka siapa? Buat aku boleh?’

Ponakan gue , caca tiba-tiba masuk kekamar dan melihat boneka yang gue pegang.

Gue melihat boneka itu. Lalu tersenyum pada ponakan gue.

“iya, boleh, ini buat kamu, kok”

Caca mengambilnya dan melompat kegirangan sambil keluar dari kamar gue.

 Lalu bagaimana dengan kotak musik dan kotak kardusnya?” Tanya gue pada diri sendiri

Gue memutuskan untuk menjadikan kotak kardus itu menjadi tempat barang-barang gue yang rusak, tempat yang dengan segera pasti akan dibuang, entah dibuang oleh gue, atau ditemukan oleh mama lalu mama yang membuangnya.





"Hidup itu seperti sebuah kotak kardus. selalu ada dua kotak kardus yang disiapkan. Ada kotak kardus yang berisikan hal-hal yang masih diperlukan dan kardus itu akan disimpan. Dan Ada kardus yang berisikan hal-hal yang sudah tidak diperlukan dan kardus itu akan dibuang untuk dilupakan". -Bukan Alay Biasa  


*gambar didapat dari google. 

Note : Terimakasih pada teman-teman yang sudah mengingatkan gue untuk ngeblog kembali , menunggu blog ini kembali aktif.terimakasih pada pembaca yang mau membaca tulisan gue yang tidak seberapa ini. kalian semua luar biasa. :)