“Saat orang-orang jatuh cinta,
mereka mampu membuat warna hitam menjadi warna merah jambu. Namun, pada saat
warna merah jambu tersebut memudar, bahkan kembali menjadi hitam. Mampukah
mereka menerimanya, dan membuat warna hitam itu kembali menjadi warna merah jambu
?.”
“kopi apa yang sedang lo minum?”
“Kopi Gayo, dari Aceh” jawab gue
lalu meneguknya.
“Padahal Gue jarang ngeliat lo
minum kopi. Kok, lo bisa menikmati kopi pahit?”
“lo gak ngeliat gue seperti orang
yang suka kopi karena gue sudah jarang mengkonsumsi kopi instan
, dan gue juga gak minum kopi manis”
“kenapa?”
“kenapa yang mana?”
“kenapa lo gak suka minum kopi
yang manis?”
“hmm—entahlah. Mungkin karena
rasa pahit dikopi tersebut sudah tidak terasa. Rasa kopi sendiri pahit, bukan?
Kalau gue minum kopi manis, gue gak bisa menikmati rasa pahitnya”
“jadi, menurut lo, minum kopi
pahit itu seperti hidup. Meskipun ada rasa pahit, tetap harus dijalani dan
dinikmati?”
“kalau persepsi lo seperti itu,
gue gak bisa jawab apa-apa.” Tutup gue padanya.
“Gue udah menemui dia—“ sahutnya
mulai membuka topik lain.
“menemui siapa? Tunangan lo
yang—“
“nyelingkuhin gue” sambungnya.
“umm. Ah, iya. tapi, bukannya dia
di luar kota. jangan bilang lo datang kesana hanya untuk meminta penjelasan
seperti yang lo bilang ke gue waktu itu.”
“iya, gue datang ke tempat
tinggalnya yang ada disana. Gue gak memberitahu dia kalau gue akan datang. Gue
hanya bertanya apakah hari itu dia ada ditempatnya atau tidak. Dia bilang dia
tidak akan kemana-kemana hari itu. Untunglah dia tidak bohong.”
“elo, gila.”
“ya, kadang gue ingin melakukan
hal gila untuk orang yang gue cintai. Walaupun itu untuk sebuah perpisahan. Gue
ingin membuat itu sebagai hal terakhir yang gue lakukan. Gue ingin mendapatkan
sebuah perpisahan yang baik.”
“terus, gimana?”
“dia menjelaskan semuanya. Dia
menyesali semua perbuatannya. Dia meminta gue untuk memaafkannya. Dia
menginginkan hubungan ini terus berlanjut. Dia berjanji akan memutuskan wanita
selingkuhannya”
“dan, keputusan lo?”
“gue menolaknya. Gue tidak mau
menambah orang yang tersakiti. Gue hanya ingin dia melanjutkan hubungan dengan
wanita tersebut bila dia benar-benar menyukainya. gue meminta dia untuk lebih
jujur dalam menjalani hubungannya saat ini”
“elo baik banget.”
“ya, tapi dia tidak menerima
begitu saja. Dia bersikukuh untuk terus mempertahankan hubungan kami. Dia bilang, apa yang akan dia katakan
pada orang tuanya kalau hubungan yang dianggap orang tuanya serius ternyata
harus berakhir saat selangkah lagi menuju kehidupan baru.”
Dia menghela napasnya. Dia
kembali melanjutkan ceritanya.
“gue berkata pada dia bahwa, gue
akan menjelaskan kepada orang tuanya sejujur-jujurnya. Gue memberitahu dia
tidak usah khawatir, yang menjalani
hubungan ini adalah gue dan dia. Lagi pula, gue tidak mau mempertahankan
hubungan ini karena dia takut untuk menjelaskan berakhirnya hubungan ini kepada orang tuanya. Dari situ saja sudah jelas, dia tidak serius
dengan hubungan kami yang selama ini terlihat serius”
“lalu, apakah lo mendapatkan apa
yang lo inginkan? “
“iya, setelah kami berbicara
banyak. Dia akhirnya mengerti. Kami setuju untuk memutuskan hubungan ini. Dia
mengajak gue untuk makan bersama sebagai tanda suatu perpisahan. Gue memutuskan
untuk setuju dengan ajakannya.”
“ya, kalau lo mendapatkan yang lo mau, itu bagus.
Tapi, sebaik apapun, itu adalah sebuah perpisahan, pasti itu sakit bukan?”
“iya, lo benar. Ini adalah patah hati
terhebat yang gue rasakan.”
Dia tersenyum dengan mata nanar.
“mungkin gue butuh secangkir kopi” serunya sambil
menghela napasnya.
“hmm—itu bukan ide yang bagus”
“kenapa?”
“Untuk seseorang yang sedang
patah hati. Kopi terlalu pait untuk dirasakan. Saat ini, lo membutuhkan Teh yang
lebih menenangkan”
Tutup gue padanya.
No comments:
Post a Comment