halo, nama gue aldebaran, ini kisah gue , kalau kalian belum membaca kisah gue di post sebelumnya, klik disini
“kamu yakin mau makan disini? Makanannyakan mahal”
“kamu yakin mau makan disini? Makanannya
Setelah gue memutuskan untuk menjadi manusia sadomasokis
dimalang, gue dan andin melanjutkan
hubungan kami dijakarta.
Seperti yang kalian baca, pangilan elo dan gue kini berubah
menjadi aku dan kamu.
Gue dan andin tidak pacaran. Kami hanya berteman, tapi mungkin lebih dari
teman.
Hari itu gue mengajaknya makan didaerah selatan Jakarta . Gue janji akan mentraktir dia kalau
gue dapet kenaikan gaji di kantor.
“udah, gak apa-apa, sekali-kali”
Kami berdua masuk. Gue sudah memesan tempat atau reservasi untuk
kami berdua.
“silakan tuan putri” seru gue sambil menggeserkan kursi dan
menyuruhnya duduk.
“ihh… kamu” dia memukul manja ke arah gue.
Gue sengaja mengajaknya jalan ke tempat ini. Satu Minggu lagi
andin akan pergi. Dia resign dari kantornya. Andin mendapatkan beasiswa untuk
kuliah S2 di luar negeri.
Gue sudah bilang, gue akan jatuh sejatuh-jatuhnya. Maka di satu
minggu terakhir ini, gue akan menghabiskan seluruh perasaan gue padanya.
Dan setelah itu, gue akan melupakannya.
My love,
There's only you in my life
The only thing that's bright
My first love,
You're every breath that I take
You're every step I make
And I
I want to share
All my love with you
No one else will do...
Setelah selesai makan. Sebuah lagu endless love dari lionel richi
dan Diana ross diputar direstoran itu.
Gue berdiri didepannya. Andin terlihat terkejut.
“do you wanna dance with me?” seru gue sambil mengulurkan tangan.
Andin tersenyum, dia mengangguk dan meraih tangan gue.
Kami berdansa dengan lagu endless love. Semua pengunjung melihat
ke arah kami. Dan kami tidak peduli. Kami hanya menikmati beat demi beat dari
lagu endless love tersebut.
“kamu jahat, kamu tahu kan
kita gak bisa sama-sama. Kalau begini aku mana bisa lupa”
“aku kan
udah bilang, aku akan jatuh sejatuh-jatuhnya buat kamu”
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya
"udah dong, kamu jangan nyanyi itu lagi"
Dia memukul gue dengan pelan. Lalu memeluk gue. Malam itu menjadi
malam yang tidak akan gue lupakan.
Hari keberangkatan sudah tiba. Andin bilang dia sudah ada
dibandara.
Gue ingin sekali mengantarnya, tapi apa daya, deadline kerjaan
numpuk.
Gue gak tenang. Gue kerja sambil melihat ke arah handphone yang
ada dimeja gue.
“udah, pergi sana ,
anterin teman tapi mesra lo itu” sahut atasan gue dari mejanya.
“hah? Kok, bapak tahu?”
“tahulah, gosipnya kenceng”
Gue terdiam.
“kerjaan saya masih banyak, pak”
“udah, gue handle dulu, besok traktir gue ya”
“serius, pak? Oke, siap”
Ingin rasanya gue mencium atasan gue, tapi niat itu segera gue batalkan.
Gue segera pergi ke lantai bawah, menuju mobil uber yang sudah gue pesan.
Untungnya jalanan lancar. Gue sampai dibandara dengan cukup cepat.
Dua puluh menit lagi andin akan berangkat.
Gue memasuki bandara dan mencari gate dimana dia berada.
Gue melihatnya, dia sedang berdiri lalu mencepol rambutnya.
Gue memutuskan untuk menelepon dia.
“Halo, berapa menit lagi kamu berangkat?”
“sekitar lima
belas menit lagi”
“maaf, ya, aku gak bisa antar sampai bandara, kerjaan aku numpuk”
“iya, gapapa, aku ngerti kok” Jawab andin
“kamu keren juga ya, pake jaket merah kayak gitu”
“iya, maka—hah? Kamu dimana? Kok bisa tahu?”
Andin melihat sekitarnya.
Dia melihat gue.
Gue melambaikan tangan ke arahnya.
Dia berjalan dengan cepat ke arah gue, begitu juga dengan gue.
Kami bertemu ditengah.
Matanya mulai nanar. Dia tersenyum lalu memeluk gue.
“kamu jahat” dia memukul gue dengan tangan mungilnya.
“hari ini
Dia melepaskan diri dari pelukan gue.
Mengusap air matanya.
Lalu menatap gue.
“jadi kita benar-benar akan berpisah, ya?’
“iya, kamu
dan menemukan tempat baru”
“kamu baik, kamu pasti akan mendapatkan rumah yang pas buat kamu”
“iya, kamu juga” jawab gue sambil tersenyum.
“aku boleh berdoa buat kamu?”
“iya, boleh. Aku juga akan berdoa untuk kamu”
Dia menggenggam erat kedua tangannya tepat didadanya. Menutup mata. Lalu berdoa.
Gue melihatnya berdoa dengan begitu serius.
Lalu gue berdoa dengan cara gue.
“aku sudah selesai berdoa”
“aku juga”
Sebuah panggilan untuk keberangkatan pesawat sudah disuarakan.
Kami berdua mendengarnya.
Kami saling menatap dan tersenyum.
Kali ini kami tidak akan bertemu lagi.
“aku berangkat, ya”
Gue mengangguk.
Andin berjalan membelakangi gue.
entah kenapa, gue teringat akan quotes yang pernah di share oleh seorang teman.
“andinn..” gue kembali memanggilnya.
Dia berbalik.
Gue mendekat.
“ada apa, Al? ada yang ketingalan?”
Pertanyaan yang sama persis ketika di stasiun
Gue menunjukan handphone gue padanya.
Dia melihatnya. Lalu mengambil handphonenya.
Dalam layar handphone kami berdua ada sebuah tulisan konfirmasi.
REMOVE?
CONFIRM TO CLEAR?
YES | NO
Iya, sebuah konfirmasi penghapusan kontak.
Kami berdua tersenyum.
Lalu memilih pilihan YES.
Andin pergi menuju pintu pesawatnya berada.
gue melambaikan tangan.
kami resmi berpisah.
seperti halnya lirik terakhir dari lagu sepatu.
kami sama-sama tahu. bahwa,
Cinta Memang Banyak Bentuknya Mungkin Tak Semua Bisa Bersatu